Proses Pembuatan Peraturan Perundang- Undangan Nasional

Monday, 30 June 2014


Proses Pembuatan Peraturan Perundang- Undangan Nasional



Bagikan :



Peraturan perundang-undangan memiliki arti penting untuk mewujudkan tujuan negara. Terciptanya ketertiban dan keadilan memungkinkan para pekerja dapat bekerja dengan tenang, guru dan siswa belajar dengan nyaman, anak-anak dapat bermain dengan riang, dan presiden dapat mengelola negara dengan bijak. Pada akhirnya, stabilitas nasional akan tercipta sehingga pembangunan nasional menuju pembangunan manusia Indonesia seutuhnya (manusia Indonesia harus dibentuk dari sisi kemanusiaannya baik secara individu maupun kelompok) dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Dalam sebuah kehidupan kenegaraan, peraturan perundang-undangan, seperti UUD 1945 sampai dengan peraturan daerah disusun oleh lembaga yang berwenang dengan proses penyusunan yang berbeda.

1. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)
Pasal 3 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan UUD. Hal ini menunjukkan bahwa yang berwenang mengubah dan menetapkan UUD adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat. Menurut Miriam Budiardjo (Pakar Ilmu Politik Indonesia), UUD 1945 memiliki kedudukan yang istimewa dibandingkan dengan undang-undang lainnya. Hal ini disebabkan hal berikut.
  • UUD dibentuk menurut suatu cara istimewa yang berbeda dengan pembentukan undang-undang biasa.
  • UUD dibuat secara istimewa. Oleh karena itu, dianggap sesuatu yang luhur.
  • UUD adalah piagam yang menyatakan cita-cita bangsa Indonesia dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa.
  • UUD memuat garis besar tentang dasar dan tujuan negara.
MPR memiliki kewenangan untuk mengubah (Amandemen) UUD. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 dan Pasal 37 UUD 1945. Rancangan perubahan UUD di persiapkan oleh Badan Pekerja Majelis. Rancangan tersebut kemudian dibawa ke sidang Paripurna Majelis untuk dibahas dan diambil keputusan. Jika diterima, sidang paripurna menetapkan dan mengesahkannya.

2. Ketetapan MPR (Tap MPR)
Ketetapan MPR adalah produk hukum yang di tetapkan oleh MPR dalam sidang umum. Produk hukum MPR ada dua macam, yaitu ketetapan dan keputusan.
a) Ketetapan
Produk hukum MPR yang berlaku, baik ke dalam anggota MPR atau ke luar anggota MPR. Maksudnya, ketetapan berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia
b) Keputusan
Produk hukum MPR yang hanya berlaku bagi anggota MPR. Namun berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 ketetapan dan keputusan tersebut bukan termasuk dalam tata urutan perundang-undangan.

Proses pembuatan putusan majelis dilakukan melalui empat tingkat pembicaraan. Tingkat pembicaraan tersebut, yaitu sebagai berikut.
  • Pembahasan Tingkat I. Pembahasan oleh Badan Pekerja Majelis terhadap bahan-bahan yang masuk dan hasil dari pem bahasan ini menjadi rancangan putusan majelis sebagai bahan pokok pembicaraan tingkat II.
  • Pembahasan Tingkat II. Pembahasan oleh Rapat Paripurna Majelis yang didahului oleh penjelasan pimpinan dan dilanjutkan dengan pemandangan umum fraksi-fraksi.
  • Pembahasan Tingkat III. Pembicaraan oleh Komisi atau Panitia Ad Hoc (Badan Istimewa yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan yang bersifat kontemporer (sementara)) Majelis terhadap semua hasil pembicaraan tingkat I dan II. Hasil pembicaraan pada tingkat III ini menjadi Rancangan Putusan Majelis.
  • Pembahasan Tingkat IV. Pengambilan putusan oleh Rapat Paripurna Majelis setelah mendengar laporan dari Pimpinan Komisi atau Panitia Ad Hoc Majelis serta usulan atau pendapat dari fraksi-fraksi jika diperlukan.
MPR bersidang sedikitnya satu kali dalam lima tahun di ibu kota negara. Ketetapan MPR dapat dibuat dalam sidang umum (5 tahun sekali) atau dalam Sidang Tahunan. Jika ada kondisi yang memaksa, MPR dapat melaksanakan Sidang Istimewa. MPR tercatat pernah melaksanakan Sidang Istimewa ketika memberhentikan Presiden Abdurrahman Wahid, kemudian melantik Megawati Soekarno Putri menjadi Presiden.

3. Undang-Undang (UU) atau Perpu
Undang-undang merupakan peraturan perundangan yang dibuat untuk melaksanakan UUD 1945. Lembaga yang berwenang membentuk UU adalah Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden. Kriteria agar suatu masalah dapat diatur undang-undang adalah sebagai berikut.
  • UU dibentuk atas perintah ketentuan UUD 1945.
  • UU dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah, dan menambah UU yang sudah ada.
  • UU dibentuk karena berkaitan dengan hak asasi manusia.
  • UU dibentuk karena berkaitan dengan kewajiban dan kepentingan orang banyak.
Ada beberapa hak DPR yang berhubungan dengan pembuatan undang-undang. Hak DPR tersebut adalah sebagai berikut.
  • Hak inisiatif, yaitu hak DPR untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU).
  • Hak Amandemen, yaitu hak DPR untuk mengadakan perubahan Rancangan Undang-Undang (RUU).
  • Hak angket dan menyatakan pendapat.
  • Hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usulan serta hak imunitas.
  • Hak interpelasi, yaitu hak DPR untuk meminta keterangan mengenai kebijakan pemerintah dibidang tertentu.
Dalam pembentukan undang-undang ini, presiden memiliki hak mengajukan Rancangan Undang-Undang (Pasal 5 ayat 1 UUD 1945). Di sisi lain, DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang yang disebut sebagai kekuasaan legislatif. Secara garis besar, proses penyusunan peraturan perundang-undangan meliputi beberapa tahapan, yakni sebagai berikut.

a. Tahap Penyiapan Rancangan Undang-Undang (RUU)
Rancangan undang-undang dapat dibuat oleh pemerintah dan DPR. Pemerintah atau keseluruhan departemen dapat mengajukan prakarsa pembentukan undang-undang. DPR dapat mengajukan RUU dengan menggunakan hak inisiatif. Pengusulan RUU dengan menggunakan hak inisiatif dapat diajukan jika disetujui oleh sepuluh anggota DPR dari fraksi yang berbeda.

Usulan disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR. Selanjutnya, dibawa ke rapat paripurna untuk dibahas. Jika disetujui, RUU itu dilanjutkan ke tahap berikutnya. Sebaliknya, jika tidak disetujui, berarti RUU tersebut tidak dapat ditindaklanjuti.

b. Tahap Pembahasan
Tahap pembahasan bagi rancangan undang-undang di DPR RI ditetapkan melalui empat tingkat pembicaraan sebagai berikut.
  • Pembicaraan Tingkat I (Rapat Paripurna). Pembicaraan pada Tingkat I adalah
    pemberian 
    keterangan atau penjelasan pemerintah mengenai RUU yang berasal dari pemerintah dan pemberian penjelasan dari pimpinan komisi atau pimpinan panitia khusus atas nama DPR jika RUU yang dibahas adalah RUU yang berasal dari DPR (hak inisiatif).
  • Pembicaraan Tingkat II (Rapat Paripurna). Pembicaraan Tingkat II terdiri atas dua macam bergantung pemberi usulan. Jika RUU berasal dari pemerintah, dilakukan pemandangan umum para anggota DPR yang mewakili fraksi masing-masing. Selain itu, jawaban pemerintah terhadap pemandangan umum fraksi-fraksi. Jika RUU berasal dari usul inisiatif DPR, dilakukan tanggapan pemerintah terhadap RUU usul inisiatif dan jawaban pimpinan panitia khusus atas nama DPR terhadap tanggapan pemerintah tersebut.
  • Pembicaraan Tingkat III (Rapat Komisi). Semua RUU dibahas secara mendalam dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, atau panitia khusus. Dalam rapat ini, diundang pihak-pihak yang mewakili pemerintah. Jika dianggap perlu, DPR dapat melakukan dengar pendapat (hearing) dengan masyarakat, organisasi massa, atau lembaga swadaya masyarakat.
  • Pembicaraan Tingkat IV (Rapat Paripurna). Pembicaraan Tingkat IV merupakan pembicaraan terakhir, dengan tahapan pembicaraannya sebagai berikut. (a) Pelaporan hasil rapat tingkat III. (b) Penyampaian pendapat akhir fraksi dan jika perlu
  • disampaikan juga catatan-catatan dari fraksi. (c) Sambutan pejabat yang ditunjuk pemerintah sebagai komentar terhadap putusan yang ditetapkan DPR.
c. Tahap Pengesahan dan Pengundangan
Hasil dari RUU yang telah disetujui DPR akan diberikan kepada presiden melalui sekretaris negara untuk ditandatangani dan disahkan. Kemudian, undang-undang tersebut akan diundangkan oleh menteri negara atau sekretaris kabinet. Pengundangan mempunyai maksud agar seluruh warga negara mengetahui bahwa ada undang-undang yang baru dan mengikat semua warga negara.

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Perpu dibentuk oleh presiden tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR. Hal itu dikarenakan perpu dibuat dalam keadaan “darurat.” Artinya, persoalan yang muncul harus segera ditindak lanjuti. Perpu tetap harus diajukan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan.
Jadi, bukan berarti presiden dapat seenaknya mengeluarkan Perpu karena pada akhirnya harus diajukan kepada DPR pada persidangan berikutnya. Sebagai lembaga legislatif, DPR dapat menerima atau menolak perpu. Jika perpu ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

5. Peraturan Pemerintah (PP)
Untuk melaksanakan suatu undang-undang, dikeluarkan sebuah Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah merupakan bentuk pelaksanaan dari undang-undang. Adapun tahap penyusunannya adalah sebagai berikut.
  • Tahap persiapan rancangan Peraturan Pemerintah (PP).
  • Rancangan PP disiapkan oleh menteri sebagai pimpinan departemen atau kepala pemerintah nondepartemen.
  • Tahap penetapan dan pengundangan PP ditetapkan presiden sesuai Pasal 5 ayat 2 UUD 1945, kemudian diundangkan oleh sekretaris negara.
6. Peraturan Presiden (Perpres)
Presiden menetapkan Peraturan Presiden. Dilihat dari sifatnya, Peraturan Presiden ada dua macam, yaitu bersifat pengaturan dan penetapan. Dibandingkan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dapat dibuat, baik dalam rangka melaksanakan UUD 1945, Ketetapan MPR, UU, maupun PP. Adapun PP terbatas hanya untuk melaksanakan UU sesuai dengan Pasal 5 ayat 2 UUD 1945.

7. Peraturan Daerah (Perda)
Peraturan Daerah ditetapkan kepala daerah atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Bentuk dan prosedur pembentukan peraturan daerah sama dengan pembentukan undang-undang. Peraturan Daerah dibedakan, antara lain:
a. Peraturan Daerah Provinsi
b. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
c. Peraturan Desa

No comments:

Post a Comment

terima kasih atas kunjungannya bapak/ibu/om/tante/saudara/i sekalian, budayakan berkomentar yang baik.